Kamis, 01 September 2011

Meningkatkan Kualitas Pengadilan dengan Persamaan Persepsi dalam Penerapan Hukum

“Meningkatkan Kualitas Pengadilan dengan Persamaan Persepsi dalam Penerapan Hukum”.

Oleh : Dr. Artidjo Alkostar, SH, LLM

Ketua Muda Pidana MARl

1. Entitas dan Substansi Hukum

Apakah Hukum merupakan Empty Container? atau merupakan "Peti Kemas yang Kosong". Hukum diberlakukan untuk masyarakat manusia, hukum bukan untuk hukum. Untuk itu, hukum dituntut untuk berisi nilai- nilai yang diperlukan bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Karena hukum mengatur masalah hubungan sosial, budaya dan ekonomi, juga mengkualifikasikan relasi kekuasaan politik dan aspek kehidupan lainnya. Hukum mengkonstruksi hubungan individu dengan pihak lain dan mengkategorikan perbuatan yang salah dan yang benar.

Apa artinya Hukum yang tanpa berisi moralitas ? (Quid Leges Sine Moribus). Setiap hukum dalam dirinya mengandung sistem nilai, sehingga dipertanyakan keberadaan hukum, jika dalam suatu masyarakat terjadi kekacauan sosial dan banyak ketidakadilan.


Ketaatan terhadap Asas

Salah satu karakteristik pemikiran hukum pidana adalah ketaatan terhadap asas hukum (pidana), sehingga percaturan pemikiran dalam praktek penerapan hukum tidak keluar dari arena nilai, asas dan norma. Nomologos hukum pidana yang ada dalam norma perangkat hukum sejatinya tidak lepas dari postulat moral yang melatarbelakangi. Norma tersebut harus sesuai dengan asas-asas dalam rangka menegakkan nilai-nilai yang menjadi esensi dari keberadaan hukum yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan individu dan komunitas sosial.

Kewajiban Hakim

Dalam memeriksa dan meng-adil-i suatu perkara, pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

Ketentuan pasal 16 ayat (1) UU No.4 Tahun 2004 tersebut menunjukkan bahwa keadilan menjadi wajib untuk tetap ditegaskan kendatipun tidak ada ketentuan hukum normatifnya.

Keadilan merupakan kebutuhan pokok rokhaniah dalam tata hubungan masyarakat, keadilan merupakan bagian dari struktur rokhaniah suatu masyarakat. Suatu masyarakat memiliki gambaran tentang mana yang patut dan tidak patut, mana yang benar dan yang salah, kendatipun dalam masyarakat tersebut tidak ada undang-undang tertulisnya.

Dinamika dan Spirit Hukum




Hukum yang mencakup pengertian undang-undang memiliki hubungan sentrifugal (bergerak ke luar) dengan faktor sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Hukum juga memiliki hubungan sentripetal (bergerak ke dalam) dengan nilai logis (kebenaran), etis (keadilan), dan estetis (keindahan). Hukum dalam tekstur (susunan) tersebut tidak hanya bersifat yuridis formal dan tidak seperti peti kemas kosong (empty container), tetapi hukum tersebut memiliki spirit nilai-nilai kehidupan komunitas manusia.

*Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

*The Spirit of Laws--- Montesquieu

*Kaedilan adalah hal yang ada dalam metanorm

*In the morality of law, Prof. Fuller has explored the ethical root of legal ordering as well as the links between legal morality and traditional American values. (Stuart A Scheingold: l974 : 53).

Arena berpikir penerapan hukum


Karakteristik Putusan Pengadilan (Yurisrudensi)

Setiap Hakim memiliki latar belakang keluarga, pendidikan, usia, lingkungan pergaulan, universitas, dan panutan pendidik yang berbeda, sehingga bisa menimbulkan konsekuensi perbedaan sistem nilai (ideologi) diantara para Hakim.

1. Yurisprudensi Pengertian

Proses penerapan hukum dipandang sebagai tindakan kognitif murni atau pengenalan murni dan penyelesaian kasus konkrit dipandang sebagai proses silogisme.

*Proses Kognitif: proses berpikir---proses logika penalaran.

2. Yurisprudensi Asas

Proses penerapan hukum didasarkan kepada asas-asas atau prinsip-prinsip dasar hukum yang memiliki persamaan hakiki, seperti prinsip persamaan dihadapan hukum (equality before the law), orang tidak bisa diadili untuk yang kedua kali dalam kasus yang sama (non bis in idem), dan lain sejenisnya.

3. Yurisprudensi Volitief

Putusan pengadilan bukan sekedar pengenalan murni atau mengetahui bunyi undang-undang kemudian menerapkan dalam situasi konkrit, tetapi lebih dari itu yaitu merupakan tindakan kehendak (volitief) berdasarkan pertimbangan nilai-nilai yang dapat menuntun Hakim dalam memecahkan masalah yuridis.

*Proses Konatif: proses bersumber pada hati nurani, menyangkut proses kimiawi dalam tubuh.

Pengadilan di Indonesia berbeda dengan pengadilan di Negara lain yang sekuler, karena dengan adanya irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, berarti memiliki dimensi Ilahiyah. Pengadilan di Indonesia tidak “Demi Ratu”, pengadilan di Indonesia bukan pengadilan rakyat. Pengadilan di Indonesia adalah pengadilan negara yang kemerdekaannya berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa, mengakui dan mengikatkan diri kepada Allah Yang Maha Adil.

Demi Keadilan atau atas nama keadilan dalam proses penegakkan hukum, dikandung makna bahwa undang-undang yang diterapkan merupakan hukum yang bersukma keadilan.

· Hakim tidak bisa melihat atau menunjuk jiwa seseorang pelaku kejahatan.

· Penegakan keadilan melibatkan hal-hal yang meta yuridis.

Perangkat disiplin ilmu hukum yang bersifat verbal dan penampakannya berupa produk perangkat peraturan perundang-undangan. Sebagai suatu produk buatan manusia dan diproses melalui lembaga politik, perangkat undang-undang per se melekat adegium No Rule Whitout Exception (tidak ada undang-undang yang tidak ada kecualinya).




Vide, Chairul Anam dkk (2008: 33).

Dimensi Kebenaran dalam Putusan Pengadilan

1. Teori Keherensi atau Konsistensi

-yang membuktikan adanya bukti yang satu yang saling berhubungan dengan bukti yang lain alat bukti pasal184 KUHAP

Hubungan bersifat rasional a priori.

2. Teori Korespondensi

Jika ada fakta-fakta persidangan yang saling bersesuaian. Misalnya persesuaian antara keterangan saksi dengan norma atau ide. Jika keterangan saksi Mr X menyatakan bahwa pembangunan Kantor DPRD yang dilaksanakan oleh Mr Y tidak melalui proses lelang tetapi hanya dengan penunjukan langsung PT Nilep, sehingga tidak melaksanakan fungsinya sesuai dengan Keppres No. 18 Tahun 2000 pasal8 ayat (1) dan (2) Hubungan fakta persidangan ini bersifat empiris a posteriori

3. Teori Utilitas

- progmatik, kegunaan yang bergantung pada :

a). manfaat (utility)

b). yang dapat dikerjakan (workability)

c). hasil yang memuaskan (satisfactory result)

Note:

*Unus testis nullus testis

*Salah satu dimensi kebenaran adalah pembenaran (verification).

*Semakin banyak jumlah bukti yang obyekti/mandiri/independen, akan semakin tinggi derajat kebenaran tentang kejadian kasus yang sebenarnya.


Tujuan Putusan Pengadilan

1. Harus merupakan solusi autoritatif

Independence Judiciary - Perserikatan Bangsa-Bangsa.

*Kekuasaan kehakiman memiliki otoritas eksklusif.

* The Judicial outcome must not subject to revision by non-judicial authority.

*Jaminan keamanan, Remunerasi yang memadai, standar kerja, tunjangan pensiun dan usia pensiun harus dijamin secara cukup dengan peratura perundang-undangan.

2. Harus mengandung efisiensi
Justice delayed is justice denied

3. Harus sesuai dengan tujuan undang-undang

4. Harus mengandung aspek stabilitas, yaitu ketertiban sosial dan ketentraman masyarakat.

5. Harus ada fairness yaitu memberi kesempatan yang sama bagi pihak yang berperkara.

Note:

* Ada 3 komponen Legal Reasoning: a) Rules, b) Facts, c) Jurisprudence/pecedence/Stare Decicis.


I. PENINJAUAN KEMBALI

Pasal 263 ayat (1) KUHAP menyebutkan : Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.

1. Teori hukum murni dan penafsiran gramatikal.

a. Pasal 263 ayat (1) KUHAP tidak menyebut sama sekali tentang Jaksa/Penuntut Umum.

b. Demi kepastian hukum tidak boleh dibuka kesempatan bagi Jaksa/Penuntut Umum untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

c. Hukum yang bersifat dogmatik harus bersih dari unsur-unsur non yuridis (baik buruk, hal yang berkembang dalam masyarakat, kekuasaan, keadilan).

d. Penegakan hukum harus demi kepastian hukum bukan dari pertimbangan lain, seperti keadilan, politis, sosial ekonomi.

d. Sumber utama dalam memutus perkara adalah hukum dan tidak didasarkan pada kebijaksanaan.

2. Hukum yang bermuatan nilai-nilai.

a). Dari formulasi rumusan pasal tersebut di atas peluang yang diberikan kepada terpidana atau ahli warisnya, bersifat fakultatif, karena mempergunakan dapat dan tidak bersifat eksklusif.

b). Dengan formulasi rumusan yang tidak bersifat eksklusif, maka secara inklusif JPU sebagai stakeholder atau pemangku kepentingan dalam perkara a quo juga dapat mengajukan PK.

c). Posisi sebagai pemangku kepentingan (stakeholder), JPU mewakili kepentingan negara, kepentingan publik, kepentingan kemanusiaan, kepentingan nilai keadilan.

d). Dalam perspektif viktimologi, yang menjadi korban atau pihak yang dirugikan dalam perkara korupsi adalah rakyat dan/atau negara, karena korupsi mempunyai hubungan kausal dengan kerugian keuangan negara.

e). Sistem peradilan adversarial kita memberi kesempatan yang sama (fairness) kepada terdakwa dan penuntut umum yang mewakili kepentingan negara.

f). Dalam hal suatu Yayasan merugikan negara (mis. pasal 53 UU No.16 Th 2001), pemeriksaan dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.

II. Penjatuhan Pidana di bawah minimum khusus

1. Demi kepastian hukum

a. Tidak dapat dibenarkan menjatuhkan pidana di bawah minimum khusus.

b. Hakim tidak berwenang menyimpang dari ketentuan (antara lain pasal 2 dan pasal 3 UU No.31 Tahun 1999) yang telah ditentukan dalam undang-undang.

2. Demi keadilan.

Putusan pengadilan pidana sejatinya merupakan puncak kearifan dalam proses penyelesaian perkara baik bagi pelaku maupun bagi negara yang direpresentasikan oleh JPU. Sesuai pasal197 ayat (1) f KUHAP, dalam suatu putusan harus memuat baik hal-hal yang memberatkan maupun hal-hal yang meringankan.

Putusan Pengadilan yang berkualiatas, menuntut adanya perpaduan antara knowledge dengan wisdom yang hal itu ada dalam energi mental, energi emosional, dan energi spritual. Optimalisai penggunaan energi-energi yang dianugerahkan oleh Allah Yang Maha Besar dan Maha Adil tersebut akan menyentuh akal, perasaan dan keyakinan, sehingga akan memunculkan putusan pengadilan yang berkualitas puncak kearifan.

Energi Mental_____________ Saya Berpikir

Energi Emosional__________ Saya Merasakan

Energi Spritiual____________ Saya Meyakini

Untuk itu dalam suatu putusan pengadilan biasanya didasari oleh pernyataan terbukti secara sah dan meyakinkan.

Kelurusan pikiran (nilai logis) dan beningnya hati (nilai etis) para Hakim, akan menghasilkan kebenaran putusan pengadilan yang otentik. Hati yang bening dan jujur menunjukan kepekaan terhadap suara hati atau suara bathin. Mengadili suatu perkara akan selalu mempergunakan peranti akan pikiran dan potensi spiritual secara bersamaan.

Tiga komponen Kompetensi:

1. Knowledge

a. Tacid knowledge

b. Explicit knowledge

2. Skill—Legal technical Capacity

3. Moral integrity


Posisi Hakim

1. Terdakwa / Penasehat Hukum

Pandangan subyektif dari posisi yang subyektif.

2. Jaksa Penunutut Umum

Pandangan subyektif dari posisi yang obyektif (mewakili kepentingan negara / masyarakat).

3. Hakim

Pandangan obyektif dari posisi yang obyektif.

Dari posisi yang subyektif tersebut tidak terlalu berat beban Terdakwa/Penasehat Hukum karena sebagai pihak berhak untuk berada dalam posisi memenangkan perkara. Sedangkan Hakim dituntut untuk bersikap obyektif sehingga tercapai keadilan.

Dalam hubungan dengan pemenuhan keutuhan hakikat keberadaan hukum dan proses peradilan--- Alan M Dershowitz menyatakan hal proses peradilan O.J. Simpson bahwa dalam proses peradilan pidana, kebenaran bukanlah satu-satunya tujuan (The criminal trial is quite different in several im[portant respect. Truth, although one important goal of the criminal trial, is not only goal. (vide Alan M. Dershowitz : Reasonable Doubts l996 37).

Tanpa pertimbangan yang komprehensip, proses peradilan dapat tergelincir ke dalam peradilan yang bias, dan menimbulkan The Death of Justice (matinya keadilan) serta memunculkan The Death of Common Sense (matinya akal sehat).

TRUTH versus JUSTICE vide buku Robert I Rotberg & Dennis T.

Ada 4 dimensi bahasa Putusan Pengadilan

1. harus dapat mengungkapkan dengan bahasa tertentu

sehingga dapat dipahami

dimensi___________Komprehensif

2. harus merujuk kepada obyek sengketa

dimensi___________Kebenaran (nilai logis)

3. harus jujur dengan apa yang diungkapkan

dimensi___________truthfulness (sesuai hati nuraninya)

4. harus ada relasi dengan aturan yang berlaku, baik

norma moral atau estetik

dimensi___________rightness (nilai etis dan nilai estetis)

Penentuan batasan minimum khusus berlatar belakang kekurang percayaan terhadap Hakim, karena lazimnya yang ada adalah ketentuan batas maksimum.

Penjatuhan pidana di bawah minimum khusus, didasarkan kepada rasa keadilan dengan mempergunakan hati nurani.

Permsalahan penegakan hukum seharusnya dibenahi melalui perbaikan sistem dan peningkatan profesionalisme personil, bukan dengan cara memangkas kewenangan berdasarkan kekurangpercayaan.

KONSEKUENSI dari SISTEM

Pemakaian sistem hukum Civil Law memiliki konsekuensi produk putusan pengadilan (Judex Facti & Judex Juris) yang berbeda dengan negara yang memakai sistem common Law, karena ada perbedaan metode berpikir.

Differences Betwen the Civil (Roman) and Common Law System

Civil (Roman) Law

Law and procedure are governerd by seperate, comprehensive, systematized codes, which are forward looking, wishing to anticipate all new problems.

Codes are based on scholarly analysis and conceptualizations.

Supreme Courts interpret nuance of law.

Legal proceedings must establish the entire truth.

Judges are free to find and interpret facts.

There is very little lay participation.

There is no presumption of guilt or innocence

Common Law

Law and procedure are governed by laws and precedents, which, if codified at all, simply organize past experiences.

Laws reflect the experience of practitioners, on a case by case basis.

Supreme Courts develop law.

Truth finding is strictly limited by pleadings and rules of evidence.

Rules of evidence limit the fact-finding process.

Grand and petit juries play a strong role.

There is a presumption of innocence.

Source: Adler, Mueller, and Laufer, 1995. Used with permission of the McGraw/Hill Companies

See : Comparative Criminal Justice Systems Erika Fairchild & Harry R. Dammer (2001 : 54).

Dari perbedaan sistem tersebut di atas terlihat bahwa dalam dalam sistem Civil Law :

· Mahkamah Agung menafsirkan nuansa hukum

· Hakim bebas menafsirkan fakta-fakta

Apalagi dalam perkembangan dewasa ini banyak negara mempergunakan sistem Hybrid dalam penegakan hukumnya.

*Negara-negara seperti Jepang, Mesir, Scotlandia, Philipina, Afrika Selatan termasuk yang mempergunakan Hybrid System. Bahkan menurut Erika Fairchild & Harry R Dammer, sebenarnya tidak ada lagi negara yang mempergunakan sistem yang orisinil dalam sistem peradilan.

*There would be no globalization without international law. Professor Anthony Giddens has depicted globalization as a ‘stretching process’, in which connections are made between different social contexts and region, which then become across the aert as a whole. ( Sands : Lawless World, 2005:15).

*The Community Legal System:

Whereas the Treaties serve as plans for the construction of Europe and the cement for it is the economic and social cohesion between Member Satates which unites them in the will ti live and work together, the bricks for the construction are constitute by an incrising number of Community Legal Acts adopted by the Council and the Commission.

(Nicholas Moussis, Access To European Union,l995:40)

Untuk memahami tentang entitas hukum yang sebenarnya, pernyataan Oliver Windell Holmes (Hakim Agung Amerika Serikat l902-l932) layak menjadi perhatian: The life of the law has not been logic, it has been experience.

Butir-butir Pokok :

1.Pengajuan PK (Peninjauan Kembali) oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum) pada dasarnya tidak dapat dibenarkan, tetapi dalam keadaan yang sangat eksepsional misalnya untuk kepentingan umum yang sedemikian rupa sifatnya, misalnya kerugian negara yang cukup besar dengan dukungan bukti-bukti yang cukup kuat tidak menutup kemungkinan JPU mengajukan PK (Peninjauan Kembali) atas dasar alasan seperti yang diatur dalam pasal 263 ayat (2) KUHAP.

*Sangat eksepsional, merujuk pada dalil no rule without exception__tidak ada undang-undang yang tidak ada kecualinya.

*Kepentingan umum, merujuk pada nilai keadilan bagi korban (victim), dalam kasus korupsi yang secara yuridis dikualifikasikan sebagai termasuk Extra Ordinary Crime---korbannya adalah rakyat, keuangan negara, keuangan rakyat.

2. Pada dasarnya tidak dapat dibenarkan penjatuhan pidana di bawah ancaman minimum khusus, akan tetapi secara kasuistis atas dasar pertimbangan nilai keadilan dan nilai kemanusiaan dapat dibenarkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar