Anakku, hari ini tanggal 24 April 2010 bertepatan dengan hari lahirmu, namun dengan tegas abi katakan tidak akan merayakan hari lahirmu itu. Karena ada 2 (dua) kemungkinan hal yang sering timbul jika hari lahirmu itu dirayakan:
1. Jika kamu niatkan sebagai Ibadah, maka ia termasuk Bid’ah dalam agama Allah. Padahal peringatan dari amalan bid’ah dan penegasan bahwa dia termasuk sesat sudah jelas sebagaimana sabda Nabi Kita Muhammad saw yang artinya: “Jauhilah perkara-perkara baru. Sesungguhnya setiap bid’ah adalah sesat. Dan setiap kesesatan berada dalam Neraka” (Al Hadist)
2. Jika kamu niatkan sebagai adat kebiasaan saja, maka hal itu pun akan mengandung 2 (dua) sisi larangan:
Pertama: Merayakan hari lahirmu itu menjadikannya sebagai salah satu hari raya yang sebenarnya bukan merupakan hari raya (‘Ied). Tindakan ini berarti suatu kelancangan diri kita terhadap Allah swt dan Rasul-Nya, dimana kita menetapkannya sebagai hari raya (‘Ied) dalam Islam, padahal Allah dan Rasul-Nya tidak pernah menjadikannya sebagai hari raya (‘Ied). Suatu ketika Nabi Muhammad mau memasuki kota Madinah, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapati dua hari raya yang digunakan kaum Anshar sebagai waktu bersenang-senang dan menganggapnya sebagai hari ‘Ied, maka beliau Baginda Muhammad saw bersabda, yang artinya : “Sesungguhnya Allah SWT telah menggantikan bagi kalian hari yang lebih baik dari keduanya, yaitu ‘Iedul Fitri dan ‘Iedul Adha”.
Kedua: Merayakan hari lahirmu itu, mengandung unsur tasyabbuh (menyerupai) yakni dengan musuh-musuh Allah swt. Budaya ini bukan merupakan budaya kaum muslimin, namun warisan dari non muslim. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Barangsiapa meniru-niru suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (Al hadist).
Anakku, jika kamu berkeinginan membeli kue kemudian untuk kamu bagikan kepada orang-orang terdekat denganmu, hari ini abi dan umi sudah menyiapkan kue untuk itu, silakan lakukan tanpa adanya perayaan. Suatu saat nanti Insya Allah kita lakukan acara Tasyakuran atas ni’mat hidup yang masih Allah swt berikan dengan tata cara yang Islami, maka abi ras hal itu akan sangat berguna dan bermanfaat bagimu.
Anakku, perlu kamu pahami dengan sebuah pemahaman yang benar, bahwa panjang umur bagi seseorang tidak selalu berbuah baik, kecuali kalau dihabiskan dalam menggapai keridhaan Allah swt dan ketaatan kepada-Nya. “Sebaik-baik orang adalah orang yang panjang umurnya dan baik amalanny. Sementara orang yang paling buruk adalah manusia yang panjang umurnya dan buruk amalanya” (Al Hadist).
Oleh sebab itulah wahai anakku, sebagian “’ulama” (orang yang berilmu agama) tidak menyukai do’a agar dikaruniakan umur panjang secara mutlak. Mereka kurang setuju dengan ungkapan : “Semoga Allah memanjangkan umurmu” kecuali diikuti dengan kalimat “Dalam ketaatan kepada-Nya” atau “Dalam kebaikan” atau kalimat yang serupa. Alasannya umur panjang kadangkala tidak baik bagi yang bersangkutan, karena umur yang panjang jika disertai dengan amalan yang buruk (tidak baik) dan tidak ada ketaatan Kepada-Nya. “Na’u Zubillahi Min Zalik” semoga Allah menjauhkan kita dari hal itu, karena hanya akan membawa keburukan, serta menambah siksaan dan malapetaka baginya .
Anakku, hari ini adalah hari kelahiranmu. Akan tetapi mengingat bahwa ulang tahun dalam Islam tidak ada dan tidak dibenarkan dalam syariat. Semoga Allah melindungi kita dari kesesatan aqidah. Alhamdulillah mungkin memang dengan mengingat kelahiranmu menjadikan kamu teringat akan perjuangan Ummi mu saat melahirkanmu. Dan selain itu menyadarkanmu akan hakikat yang sebenarnya bahwa jatah umurmu semakin berkurang. Dengan demikian akan menjadikanmu untuk tidak menyia-nyiakan sisa umurmu untuk menjadi yang lebih baik dalam ketaatan-Nya. Untuk itu sudah sepatutnya kita semua mohon kepada Allah agar dipanjangkan umur dalam ketaatan dan kebaikan kepada-Nya. Semoga Allah selalu membimbing kita semua. Amin…
“Wallahu a‘lam bis-shawab”
Ampel, Yogyakarta, 24 April 2010
TTD
Abi: Bedi Setiawan Al fahmi
Anakku, Bacaan lengkapnya ada pada kitab “Fatawa Ath-thiflul Muslim”, edisi Indonesia 150 “Fatwa Seputar Anak Muslim”, Penyusun Yahya bin Sa'id Alu Syalwan, Penerjemah Ashim, Penerbit Griya Ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar